Kiprah guru besar atau professor saat ini semakin nyata. Sebab, program Profesor Mengajar di Sekolah atau Profesor Go to School (PGS) sebenarnya tidak sekadar bermanfaat bagi kaum akademik dan eksistensi kampus saja, namun juga mengemban misi besar untuk perubahan dan peningkatan kualitas pendidikan. Dalam program ini, tidak hanya guru yang belajar pada profesor, namun seorang guru besar juga belajar pada guru.
Mengapa belajar pada guru? Saat blusukan kesekolah atau madrasah, professor juga belajar tentang pemahaman guru dan implementasi tentang model, strategi, metode guru mengajardan problem pendidikan lainnya. Selain itu, professor juga ikut merasakan “menjadi guru” yang dihadapkan pada siswa, bukan dihadapkan pada mahasiswa melulu.
Program yang digagas sejak awal tahun ajaran 2013/2014 di sejumlah wilayah di Jawa Tengah ini sangat menarik. Pasalnya, dalam kaca mata guru, selama ini stigma profesorse bagai “raja ilmu” atau “ilmuwan tingkat tinggi” memang masih melekat. Seolah-olah ada jarak antara guru yang kebanyakan masih bergelar sarjana. Padahal, guru dan guru besar sama-sama guru.
Bertemu, curhat, diskusi dengan professor adalah “kesempatan langka” bagi guru. Sebab, selama ini untuk bertatap muka dengan professor kebanyakan hanya saat perkuliahan di Pascasarjana dan acara seminar/lokakarya saja. Maka dalam hal ini, guru harus memanfaatkan program PGS sebaik-baiknya. Begitu pula dengan para profesor. Sebab, dosen yang sudah professor justru semakin tinggi dan besar tanggung jawabnya untuk menjalankan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian masyarakat.
Melalui program ini, guru besar bisa lebih dalam menggali ide besar melalui kenyataan empiris kondisi pendidikan di lapangan. Sebagai ilmuwan, kesibukan professor memang dihadapkan dengan perkuliahan dan tugas akademik. Saat turun gunung inilah, pemantapan tugas ilmuwan akan semakin berkualitas karena memadukan teori, praktik dan pengalaman di sekolah.
Menjadi professor memang susah. Untuk kesana, dosen harus melalui tahapan pada tingkatan jabatan fungsional mulai dari asisten ahli, lektor, lector kepala dan guru besar. Puncak karir tertinggi semua dosen di negeri ini tentu ingin cepat menjadi doctor kemudian menjadi profesor. Namun, jika sudah menjadi guru besar, semakin tinggi ilmunya, maka ia harus berpijak seperti filosofi padi, makin tua makin berisi dan makin menunduk dan rendah hati. Maka program PGS ini menjadi wahana professor untuk “berguru pada guru” bukan “menggurui guru” yang statusnya sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Berpijak pada kenyataan di atas, sungguh berbangga dan bersyukur karena MAN Kendal pada tahun ini mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah program PGS UNNES Semarang.
Kegiatan yang berlangsung pada Kamis 29 Agustus 2019 ini diikuti oleh perwakilan guru sebanyak 35 orang dan100 siswa MAN Kendal.
Hadir pada kesempatan itu Kasi Dikmad Kantor Kemenag Kabupaten Kendal Drs. H. Muslikhan, Kepala MAN Kendal Drs H. Muh Asnawi, M.Ag, Prof.Dr.Rusdarti, M.Si, dan dosen pendamping Dr.Isnanto, M.Scdari UNNES Semarang.
Acara pembukaan yang berlangsung di Aula MAN Kendal dipandu Staf Humas Karyatiningsih, S.Pd. Diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan Kasi Dikmad, kata pengantar sosialisasi dari UNNES, dan ditutup doa.
Dalam kata sambutannya, Muslikhan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tim UNNES yang telah berkenan hadir di MAN Kendal.
“Acara seperti ini tidak akan terulang di lain hari dan waktu, karena itu mohon kalian manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tanyakan pada narasumber jika menjumpai hal-hal yang kurang jelas. Sekali lagi ini moment yang istimewa, karena tidak semua MAN mendapat kesempatan seperti yang terjadi hari ini di MAN Kendal”, lanjut Muslikhan.
Sebelum memasuki acara inti, Dr.Isnarto, M.Sc, dosen matematika yang mendampingi narasumber, Prof.Dr.Rusdarti, M.Si memaparkan maksud kedatangannya ke MAN Kendal.
“Selama ini sudah terjalin hubungan yang baik antara MAN Kendal dengan UNNES. Terlebih bagi lulusan MAN Kendal yang sekarang sudah menjadi mahasiswa/i saya. Maka silakan adik-adik yang nanti akan melanjutkan ke UNNES kami siap menerima panjenengan, baik lewat jalur SNMPTN, SBMPTN, Seleksi Mandiri, maupun Mandiri Prestasi,” kata Isnarto.
Sementara itu pada acara inti, Prof.Dr.Rusdarti, M.Si yang merupakan Guru Besar Ilmu Ekonomi UNNES menyampaikan pengalaman-pengalamannya, ilmu, dan cara-cara bagaimana memilih jurusan, bagaimana menjadi mahasiswa yang bisa konsisten dengan ilmu yang ditekuninya hingga kelak ketika sudah menjadi ‘orang’ dan bekerja pada bidang yang digelutinya.
“Jangan pernah melupakan agama untuk menjadi landasan kita menuntut ilmu maupun dalambekerja. Akhlak kita harus benar-benar membias dalam segala aspek kehidupan. Begitupun akidah dan syariah kita, harus menjadi benteng kokoh yang melindungi langkah-langkah hidupkita. Silakan Anda bercita-cita sesuai yang Anda dambakan. Kalaupun ada yang kelak menjadi dosen, direktur, dokter, polisi, pedagang, pengusaha, dan apapun profesi Anda, harus selalu dilambari nilai-nilai keagamaan dan akhlakul karimah. Pintar saja tidak cukup kalau akhlaknya kosong,” tegas Rusdarti membakar semangat peserta yang hadir.
Selama kurang lebih 1,5 jam Rusdarti memberikan paparan yang cukup lengkap dan memikat. Dengan selingan humor-humor ringan menjadikan acara tampak hidup dan ‘bernyawa’.Di akhirsesi, kegiatan PGS yang dimoderatori Isnarto diisi dengan acara dialog, baik oleh siswa maupun guru. Dan sebelum meninggalkan ruangan aula, dilakukan foto bersama oleh narasumber, pendamping, kepala sekolah dan peserta dari guru. (SamsHadi)